Sabtu, 07 Mei 2011

Desinfektan vs Antiseptik


Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian.

Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya.
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin dan glutaraldehid) dan halogen (iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten terhadap ampisilin dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol . Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan larutan aldehid dan halogen dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi resisten ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran menandakan bakteri masih dapat tumbuh. Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran tertentu yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan turunan aldehid dan halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ; 2,14 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ; 2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit.


10 kriteria suatu desinfektan dikatakan ideal, yaitu :
 

1.Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu

kamar

2.Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan
kelembaban
3.Tidak toksik terhadap hewan dan manusia
4.Tidak bersifat korosif
5.Tidak bewarna dan meninggalkan noda
6.Tidak berbau / baunya disenangi
7.Bersifat biodegradable / mudah diurai

Disinfeksi dan antiseptik
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi.

Macam-macam desinfektan dan antiseptik yang digunakan:
  1. Alkohol
    Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit. Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi unguk mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa meninggalkan efek sisa.
  2. Aldehid
    Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty. Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru alan mati setelah 10 jam.
  3. Biguanid
    Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4% larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.
  4. Senyawa halogen. Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide. Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan Betadine).
  5. Fenol
    Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.
  6. Klorsilenol
    Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
  7. Sabun dan Detergen
          Sabun bertindak terutama sebagai agen akti-permukaan;yaitu menurunkan tegangan permukaan. Efek  mekanik ini penting karena bakteri, bersama minyak dan partikel lain, menjadi terjaring dalam sabun dan dibuang melalui proses pencucian.

0 komentar:

Posting Komentar